![]() |
Bodi yang memecah lautan. Foto: West |
14/08/2018
Di pagi buta, suhu dingin Muna Barat mencapai puncaknya. Di saat
kebanyakan manusia terlelap nikmati mimpi. Ku pacu roda dua menembus kabut jalanan. Tangki motor yang setengah
kosong buat jantung berdebar. Perjalanan lintas kabupaten, tak mungkin
isi tangki menyanggupi. Syukur, di tengah
perjalanan, kutemui sang Pengecer
bensin.
Tangki motor kusuap dengan dua botol premium. Udara dingin tak kunjung usai—kembali
ku pacu roda dua. Menyalip beberapa roda dua dan empat. Pohon berganti pohon.
Rumah berganti rumah. Desa berganti desa. Perjalanan telah sampai di kota Raha.
Matahari sesaat lagi menampakan diri. Semakin
ku pacu roda dua milikku. Dari awal tujuanku menuju pelabuhan Tampo. Tanyaku dalam hati,
"akankah kapal pagi ini terdapati ?" Kota Raha semakin
kutinggalkan.
Matahari akhirnya tak malu-malu nampakkan diri. Bocah-bocah berdasi mulai memadati jalan. Perasaan
khawatir kian menghantui. Roda dua
tak henti ku pacu. Dua mobil tanki BBM ku salip. Laksana pembalap Moto GP dadakan, aspal jalan
kujajaki.
Apesssss! Percuma motor dikebut, ending-nya tetap ketinggalan feri. Saat ketibaanku
pintu kapal sudah ditutup. "Cepat ko masuk" seru sang Penjual
pelabuhan. Mencoba menuruti perintah sang penjual. Ku arahkan motor ke bibir dermaga. Belum beruntung. Para ABK feri cuek—kedatanganku terbaikan. Aku berbalik arah meninggalkan dermaga. Pasrah, mimilih menunggu jam berangkat
kapal berikutnya. Menghampiri Sang penjual yang menyuruhku tadi. “ Mbah, nasi
kuningnya satu!” pintaku ke sang Penjual.
“Biasanya to
Nak, kalau ada motor yang terlambat.
Pintu dibukakan.” Ucap Sang penjual di tengah menghidangkan nasi kuning untukku.
“Naik Bodi
ko saja” Ia menambahkan.
“Amankah ?”
tanyaku
“Amanlah,
tidak kencang ombak kalau pagi.” Sang Penjual kembali meyakinkan.
“Aku harus segera
sampai di Kendari, ada jadwal bersama teman yang harus kupenuhi siang ini.”
Timbangku dalam hati.
Terdiam
sejenak, aku pun akhirnya sepakat dengan saran yang diberikan sang Penjual.
“Ini he,
satu yang mo naik Bodi.” Teriak sang Penjual ke Juru Kemudi Bodi yang sedari tadi mondar-mandir menawarkan jasa tumpangannya ke penumampang-penumpang lain yang ketinggalan feri sembari
mengacungkan telunjuk ke arahku.
Bodi atau
perahu nelayan bermesin diesel. Masyarakat Muna juga seringkali menyebutnya
Katingting. Kendaraan laut yang diberdayakan untuk melaut mencari ikan maupun mengangkut
penumpang. Pagi ini, bersama motor yang ku kemudi sejak pagi buta tadi akan manaiki
Bodi, mengarungi lautan menuju pelabuhan Torobulu. Tak seorang diri, ada
sepasang suami istri juga turut sepakat menaiki Bodi yang kan kutumpangi.
Aku bergegas
naik ke atas Bodi. Nampak motorku tengah berjaya, merajai pundak empat orang
manusia yang memikulnya ke Bodi. Begitupun motor sepasang suami istri tadi,
masuk ke Bodi tanpa menyentuh air laut. Sementara kami, tiga penumpang manusia
harus berjalan di air yang setinggi betis sebelum sampai di atas Bodi.
Semua penumpang
baik manusia dan motor sudah berada di atas bodi. Sepasang suami istri tadi
masih memelihara raut wajah kaku. Nampak jelas, terlihat mimik ketakutan. “Bagaimana nanti kalau tenggelam ? Mana tiada asuransinya lagi ini Bodi. Pasti mereka berdua,
kompak berpikir demikian." Terkaanku dalam hati. Sang Juru Kemudi Bodi,
menyadarinya.
“Tenang
saja! Bukan musim ombak sekarang ini, apalagi pagi-pagi begini, tidak ada sama
sekali ombak, laut itu tenang kalo pagi-pagi.” Ucap sang Juru kemudi Bodi
untuk mengusir kekhawatiran penumpangnya, termasuk aku salah satunya.
“ Trek,
Trek, Trek, Trek . . .” Nyanyian senada mesin Bodi, mengultimatum waktu
keberangkatannya tiba.
Menurut Pengalaman Sang Juru Kemudi, Bodi
sejam lebih cepat dibanding feri yang mencuekiku tadi di bibir dermaga. Jadi
feri yang lebih kurang sejam tadi berangkat dapat tersalip.
Sempat ada
rasa khawatir, pagi ini adalah pengalaman pertama naik Bodi menuju Kendari.
Perlahan-lahan semua sirna, aku mulai akrab dengan irama mesin, irama terjangan
badan Bodi yang membelah lautan. Aku mulai menikmati perjalanan. Bila benar
ucap sang Juru Kemudi, sebelum pertengahan siang, aku akan sampai di Kendari.
Aku bisa memenuhi janji bertemu kawan, yang telah siap menunggu ketibaanku di
sana, Ibukota propinsi.
#Komarobheano
Posting Komentar