KUMPULAN TULISAN MUDA-MUDI MAROBEA

KUMPULAN TULISAN MUDA-MUDI MAROBEA

PASANG SURUT KEBINGUNGAN

Sumber : http://obrolansantri.com


Cogito ergo sum (Aku berpikir maka aku ada), kalimat yang dilontarkan seorang filsuf Prancis, Rene Descartes. Saya pertama mendengarnya  saat mengikuti perkuliahan pengantar  Filsafat di awal semester yang diantarkan oleh salah satu dosen, Dasmi Sidu namanya. Usai mendengarnya, saya langsung terselemuti kebingungan, ternyata kebingungan itu bukan hanya saya seorang merasakan tapi mewabah keseluruh mahasiswa peserta kuliah. Bagaimna tidak, salah satu fitrah manusia adalah berpikir. Jelas pernyataan Rene Descartes di awal pragraf tadi, menurut saya dan teman-teman di ruangan tidak masuk akal, sebab menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan dan apabila dijawab, jawabannya membingungkan pula.

Sungguh pengantar materi yang menguras kerja otak. Semakin saya berpikir semakin membingungkan, otak serasa memanas, berpikir tidak karuan sampai akhirnya saya mengalami kebuntuan berpikir. Kebingungan kami seruangan (kecuali dosen) bertahan hingga penghujung pertemuan kuliah sebelum ujian semester.

Efek kebingungan yang saya rasakan berlanjut saat mengobservasi fenomena yang terjadi, baik yang saya saksikan secara live ataupun bersumber dari berbagai media, seperti televisi, youtube, facebook dan lain sebagainya. “Apakah ini efek samping dari mengikuti mata kuliah filsafat ? Ataukah ini salah satu indikator untuk menjadi gila ?” Begitulah kumpulan tanyaku yang menggumpal dalam kepala.  Tapi lambat laun kebingungan ini mulai meredah, saya menganggap keberadaannya mulai hilang tersenyapkan waktu. Karena sudah tidak ada lagi stimulus yang menjadi sumber dari kebingungan tersebut sehingga menormalkan respon memandang realitas sebagaimana pada orang umumnya. Kadangkala saya bertanya pada diri sendiri: apakah ini sebuah keberhasilan atau peningkatan dalam meredahkan kebingungan ? Ataukah ketidak siapan mental untuk berbeda dalam memandang sesuatu seperti lingkungan sosial pada umumnya ? Entahlah, saya pun tidak tahu karena saya tidak mau penyakit bingungku kambuh lagi.

Kelegaan saya tak berujung lama. Penyakit bingungku kambuh lagi. Lingkungan pergaulan menyuguhkan beragam doktrin baik dari dosen konco-koncoku, teman sebaya, teman satu ruangan  bahkan seniorpun mengarahkan saya untuk membingungkan segala hal. Tiga hari terakhir ini,rasa bingung semakin merasukikutidak mau beranjak meninggalkan nalar.

Jumat, 14 september 2018, salah seorang teman menceritakan sebuah pengakuan tentang rasa senangnya membawa dua nasi kotak setelah mengikuti kegiatan jurusan. Naasnya rasa itu harus dibayar mahal. Motor miliknya yang di parkir di parkiran kampus hilang tanpa jejak. Kejadian itulah awal mula pertanyaan demi pertanyan terus menghujani dirinya sendiri, salah satu pertanyanya itu: Untuk apa sebenarnya manusia hidup? Beberapa waktu sebelumnya merasa kegirangan tapi seketika menjadi pilu yang menyakitkan bercampur ketakutan lain, apabila kejadian tersebut sampai ke telinga orang tuannya. Dulunya dia apatis sekarang sudah kritis, dulunya dia egois sekarang sudah mulai puitis. Kebingungan saya selama ini terjawab dengan sendiri berkat peangakuanya tersebut tapi menimbulkan kebingungan yang baru. Saya tidak pernah menduga dari kejadian itu dia memetik pelajaran yang menyulapnya berubah 180 derajat dari background sebelumnya.

Sabtu, 15 september 2018, mendengarkan cerita supir pete-pete, meceritakan tentang pendapatan yang mulai berkurang disebabkan transportasi online tak kunjung ditertibkan oleh pemerintah. Selain itu juga, harga bbm naik, semabako pun ikut naik sedang ongkos angkot menetap. Di ujung ceritanya, ia melontarkan sebuah pertanyan yang rasanya menampar saya. Lantaran saya tidak bisa menjawab, apa yang dikeluhkan dan ditanyakannya. Secara tidak langsung kejadian itu tanpa sadar meragsang saya menimbulkan kebingungan baru. Untuk apa sebenarnya saya kuliah?

Minggu, 16 september 2018, kebingungan yang datang dari diri saya sendiri untuk menetukan tulisan apa yang mau ditulis dengan jumlah paragraf yang begitu banyak bagi pemula. Sebenarnya banyak yang ingin dituangkan dari pemikiran dalam betuk coretan, tapi karena lantaran saking banyaknya menjadi tumpang tindih dalam nalar . Jemari menjadi kaku untuk mengetik, untuk merajut kata menjadi sebuah kalimat dalam tiap paragraf.

Sampai akhirnya kebingungan saya tak kunjung usai. Lenyap satu kemudian tumbuh lagi kebingungan baru. Apakah saya terpengakap terori Filsuf Rene Descartes ? Tiap hari saya senantiasa berpikir dan ujung-ujungnya bingung. Saya terus berpikir. Saya terus bingung. Entahlah.

#Realy

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © PENA MAROBEA. Designed by OddThemes & Best Wordpress Themes 2018